Pertentangan antara banten dengan VOC diawali Pada tahun 1619 J.P Coen berhasil merebut Jayakarta. VOC yang berpusat di Batavia ingin menguasai Selat Sunda, karena Selat Sunda merupaka daerah perdagangan Banten yang sangat penting, langkah Belanda ditentang terus oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Perlawanan Banten meningkat setelah Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta pada tahun 1651.
Untuk melemahkan kerajaan banten VOC melakukan politik “devide et impera”. Pada tahun 1671 Sultan Ageng Tirtoyoso mengangkat putra mahkota (dikenal dengan sebutan Sultan Haji karena pernah naik haji) sebagai pembantu yang mengurusi urusan dalam negeri, sedangkan urusan luar negeri dipercayakan kepada Pangeran Purboyo ( adik Sultan Haji). Atas hasutan VOC, Sultan Haji mencurigai ayahnya dan menyatakan bahwa ayahnya ingin mengangkat Pangeran Purboyo sebagai raja Banten. Pada tahun 1680, Sultan Haji berusaha merebut kekuasaan, sehingga terjadilah perang terbuka antara Sultan Haji yang dibantu VOC melawan Sultan Ageng Tirtoyoso (ayahnya) yang dibantu Pangeran Purboyo. Sultan Ageng Tirtoyoso dan Pangeran Purboyo terdesak ke luar kota, dan akhirnya Sultan Ageng Tirtoyoso berhasil di tawan oleh VOC; sedangkan Pangeran Purboyo mengundurkan diri ke daerah Priangan. Pada tahun 1682 Sultan Haji dipaksa oleh VOC untuk menandatangani suatu perjanjian yang isinya :
VOC mendapat hak monopoli dagang di Banten dan daerah pengaruhnya.
Banten dilarang berdagang di Maluku.
Banten melepaskan haknya atas Cirebon.
Sungai Cisadane menjadi batas wilayah Banten dengan VOC.
Sumber dari : http://www.sridianti.com/perlawanan-kerajaan-islam-terhadap-voc.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar